Hal yang ramai dibicarakan dalam dunia perpolitikan saat ini di luar penangkapan “Abang” Amin Nasution oleh KPK adalah kemenangan partai-partai kecil di pemilihan gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Seperti yang kita ketahui, baru-baru ini ada dua propinsi besar di Indonesia, yaitu Jawa Barat dan Sumatera Utara yang menggelar pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah tersebut. Hasilnya cukup mengejutkan banyak pihak. Meskipun masih sementara, karena belum ditetapkan secara sah oleh KPUD, pasangan Ahmad Herryawan – Dede Yusuf yang diusung oleh PKS dan PAN masih menduduki peringkat teratas dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Sementara di Sumatera Utara, tidak kalah mengejutkan, yaitu masih unggulnya suara untuk Syamsul Arifin – Gatot Pujo Nugroho yang diusung dari koalisi sepuluh partai kecil.
Sangat menarik hal ini untuk dianalisis, yang pertama adalah adanya wacana bahwa partai-partai besar telah mengalami kejenuhan. Rakyat menganggap bahwa partai-partai besar yang notabene berbanding lurus dengan jumlah wakil rakyat yang ada di parlemen, ternyata tidak serta membawa perubahan yang signifikan bagi rakyat, tentu ini menurut rakyat yang awam akan angka-angka BPS yang menurut Bapak SBY kemiskinan semakin menurun berdasarkan data BPS, demikian juga menurut kawan saya yang baru pulang dari Belanda seusai menyelesaikan pasca sarjananya di bidang ekonomi dan dengan bangganya dia mengatakan bahwa Indonesia telah berhasil meningkatkan perekonomian, dan tentu saja ini berdasarkan angka-angka di atas data BPS. Tetapi senyatanya, rakyat masih saja merasakan kesulitan di sana-sini, seperti antre untuk mendapatkan minyak tanah, harga-harga bahan pokok yang tidak terkontrol wabah penyakit yang tidak terkendali dan masih banyak lagi. Entah ini suatu kebetulan atau tidak bahwa kesulitan-kesulitan itu justru dirasakan pada saat Indonesia memasuki kondisi politik yang lebih demokratis. Ketidaksiapan menghadapi globalisasi juga menjadi tudingan keterpurukan negara ini. Ujung-ujungnya, rakyat Indonesia melihat, bahwa partai-partai besar yang ada di parlemen tidak mampu mengatasi permasalahan itu semua. Akhirnya tidak ada jalan lain, jika suatu penyakit tidak dapat tertangani oleh satu dokter, sebaiknya pindah ke dokter lain yang mungkin, sekali lagi mungkin mempunyai obat yang lebih mujarab.
Hal inilah yang menjadi salah satu kemungkinan, karena memang belum ada hasil penelitian mengenai hal ini, bahwa kemenangan partai kecil adalah obat alternatif bagi rakyat. Berbagai permasalahan timbul di Jawa Barat, dari mulai sulitnya lapangan pekerjaan, angka kemiskinan yang masih tinggi, pendidikan yang belum merata, masalah kesehatan, kegagalan panen di daerah yang pernah menjadi lumbung padi nasional ini, dan jangan lupa, jika kita ingat kota Indramayu, betapa mirisnya bahwa angka perdagangan manusia di kota ini begitu tinggi. Jadi tidaklah salah jika memilih dokter lain, yang masih muda, ganteng dan bisa menghilangkan pusing, tentu saja bukan dengan obat Bodrex yang seperti diiklankan oleh Dede Yusuf, akan tetapi dengan program-program nyata untuk rakyat.
wacana kemenangan partai-partai kecil juga menyeruak di pemilihan gubernur Sumatera Utara. Syamsul Arifin, sejatinya adalah kader partai Golkar, dan entah mengapa dia lebih memilih untuk mengusung partai-partai kecil untuk menaklukkan partai-partai besar termasuk partai yang menaunginya dahulu. Menurut Syamsul Arifin, Tim Sukseslah yang banyak menentukan kemenangan dirinya. Tetapi dengan pisau analisis yang sama dengan kemenangan pasangan HaDe di Jawa Barat, sepertinya bisa menjadi konklusi yang sama. Berbagai persoalan juga banyak timbul di propinsi Sumatera Utara. Coba saja kita berkunjung ke Medan, ibukota Sumatera Utara. Entah bagaimana mengatasi keruwetan di Medan, sampai-sampai timbul istilah, “Ini Medan Bung”. Belum lagi kasus pembalakan liar yang disinyalir adanya keterlibatan aparat, Pelanggan listrik yang terus mengalami pemadaman bergilir, yang menyebabkan roda perekonomian seringkali terhenti takkala listrik padam.
Solusinya, ya itu tadi. Mari kita mencari dokter baru yang muda, ganteng, dan kalo yang ini plus jenaka. Supaya rakyat yang sakitnya akut masih bisa tertawa dan terhibur.
Yang kedua, adalah wacana lain yang menegasikan wacana di atas. Menurut Bang Firman Djaya Daeli, Ketua DPP PDI Perjuangan, bahwa banyak faktor yang menentukan keberhasilan dalam memenangkan Pilkada. Yang pertama adalah kepopuleran tokoh, yang kedua adalah mesin politik yang mengusung dalam hal ini adalah partai dan yang ketiga adalah tim sukses dari calon pemimpin daerah tersebut. Yang paling baik adalah mengelaborasikan ketiga faktor tersebut. Meski terkadang salah satu faktor seringkali menjadi lebih dominan. Hasil Pilkada Jabar dan Sumut, menurut analisis Bang Firman, tidak serta merta menjadi cerminan bahwa kepopuleran Partai besar semakin menurun. Bang Firman mencontohkan bahwa beberapa Pilkada di Propinsi lain, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, masih menunjukkan kemampuan partai besar dalam menjalankan mesin politiknya.
So, hal ini akan menjadi PeEr besar bagi partai politik, entah itu partai besar atau partai kecil untuk berlomba-lomba memenangkan Pilkada. Masih ada pemilihan Gubernur Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali yang notabene dikuasai oleh partai-partai besar. Semoga pemilihan Gubernur di propinsi lainnya tersebut lebih demokratis dan siapapun pemimpinnya adalah pemimpin yang betul-betul mengemban amanat dari rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar